Dasar Hukum dan Pendapat Ulama Tentang Zakat dalam Islam

Dasar Hukum dan Pendapat Ulama Tentang Zakat dalam Islam - Sebagai salah satu rukun Islam, zakat adalah fardhu ‘ain dan kewajiban ta’abuddi. Dalam al-Qur'an perintah zakat sama pentingnya dengan perintah shalat.18 Zakat merupakan rukun agama Islam yang sama dengan rukun-rukun agama Islam yang lain, merupakan fardhu dari fardhu-fardhu agama yang wajib diselenggarakan. Di dalam al-Qur'an banyak ayat yang menyuruh kita untuk melaksanakan dan menunaikan zakat namun tidak dijelaskan secra terperinci mengenai barang apa saja yang harus dizakat (baca: macam-macam zakat). Sedemikian pula banyak sekali hadis yang menganjurkan dan memerintah kita memberikan zakat.19 Di antara firman Allah Swt yang berkenaan dengan perintah zakat ini adalah :

Artinya : “Dan tidak diperintahkan mereka melainkan untuk menyembah Allah swt, sambil mengikhlaskan ibadat dan taat kepadaNya serta berlaku condong kepada ibadat itu dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, itulah agama yang lurus.”20(QS. Al-Bayyinah : 5)

Zakat sebagai salah satu rukun yang menjadi unsur pokok bagi tegaknya syari’at Islam. Maka membayar zakat merupakan kewajiban atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk kategori ibadah (seperti shalat, puasa dan haji) yang terdapat anjuran perintahnya di dalam al-Qur'an dan as-Sunah, sekaligus merupakan ibadah sosial (terdapat nilai kemasyarakatan dan kemanusiaan). Dalam surat at- Taubat menunjukkan adanya perintah zakat. Di mana zakat tidak hanya bermanfaat bagi yang mengeluarkannya namun juga bermanfaat bagi khalayak ramai.


Artinya : “Ambillah zakat dari sebaigan harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdo’alah untuk mereka sesungguhnya do’amu itu menjadi ketentraman hati bagi mereka. Dan Allah swt Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”21 (QS. At-Taubah:103).

Asbabun nuzul ayat di atas adalah Ibnu Jarir meriwayatkan, bahwa Abu Lubabah dan kawan-kawannya yang tidak ikut berperang, lalu bertaubat, mereka mendatangi Nabi saw. ketika dibebaskan, lalu berkata “Ya Rasulullah, inilah harta kami, sedekahkanlah dari kami dan mohonkan ampun untuk kami”. Nabi saw menjawab :Artinya :”Aku tidak diperintahkan untuk mengambil sesuatu apapun dari harta-harta kamu semua”.22

Sekalipun sebab turunnya ayat ini bersifat khusus, namun nash tentang pengambilan harta pada ayat ini bersifat umum, mencakup para khalifah setelah Nabi saw wafat dan para pemimpin setelah wafatnya khalifah. Juga mencakup secara umum tentang orang-orang yang diambil hartanya, yaitu kaum muslimin yang kaya. Berdasarkan kaidah “Yang menjadi pegangan adalah lafadz yang umum, bukan sebab yang khusus”.23

Perkataan zakat disebut dalam al-Qur'an sebanyak 82 kali,24 dan (dari sumber yang lain mengatakan bahwa dalam al-Qur'an menyebutnya hanya 28 kali)25 selalu dirangkaikan dengan kata shalat (sembahyang) yang merupakan rukun Islam yang kedua. Hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya perintah zakat setelah perintah shalat yang nerupakan sarana komunikasi antara manusia dngan Allah swt.

Dalam sebuah hadis Allah Swt. juga telah menjadikan zakat sebagai salah satu pilar Islam,26 sebagaimana yang hadis di bawah ini: “Dari Ibnu Umar berkata Rasulullah Saw. :Islam telah dibangun di atas lima perkara: Bersaksi tiada Tuhan selain Allah Swt. dan Muhammad adalah utusan Allah Swt.mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa di bulan Ramadhan, dan ibadah haji ke Baitullah.” 

Maka oleh karena itulah tidak heran kalau seluruh ulama (salaf dan khalaf) menetapkan bahwa mengingkari hukum zakat (mengingkari wajibnya) dihukum kufur, keluar dari agama Islam karena dianggap telah keluar dari barisan umat Islam.27

Hikmah Hukum Zakat dalam Islam

Islam menyuruh semua orang Islam yang mampu untuk bekerja dan berusaha mencari rizki untuk menutupi semua kebutuhan diri dan keluarganya. Orang yang tidak kuat bekerja, tidak memiliki harta warisan, atau tidak memiliki simpanan untuk menutupi kebutuhannya, berada dalam tanggungan kerabatnya yang berkecukupan dalam mencukupi kebutuhannya. Tetapi tidak semua orang miskin mempunyai kerabat. Tergolong mereka orang lemah, anak kecil, yatim piatu, janda, nenek tua, dan laki-laki jompo yang harus menghabiskan hidup seorang diri karena tidak memiliki keturunan. Akankah mereka dibiarkan terlantar dalam kemiskinan dan kelaparan sepanjang sisa hidupnya?, sementara kita tidak menutup mata dikalangan kita ada yang cukup dan berada?.

Islam sama sekali tidak melupakan mereka. Allah swt telah menentukan hak mereka dalam harta orang yang berkecukupan secara tegas dan pasti, yaitu dengan Zakat (baca: Zakat). Jadi tujuan zakat yang pertama adalah menghapuskan kemiskinan.28

Zakat mempunyai hikmah yang sangat besar, baik untuk orang yang mengeluarkannya, maupun bagi yang menerima zakat itu sendiri. Zakat juga merupakan suatu tatanan ekonomi yang sangat manajerial, bahkan zakat adalah merupakan satu-satunya jaminan sosial pertama di dunia.29

Hikmah besar yang dapat diambil oleh orang yang mengeluarkannya adalah dengan zakat dapat mensucikan dirinya dari sifat bakhil (pelit) dan thama’. Dengan berzakat, seseorang akan mempunyai rasa kepedulian yang tinggi kepada fakir miskin sebagai bagian dari tanggung jawabnya sesama muslim. Allah swt akan mengangkat derajat orang yang membayar zakat dengan kebaikan dan keberkahan pada rizkinya sehingga dia menjadi orang yang bahagia dunia dan akhirat.30

Zakat pun dimaksudkan oleh syara’ sebagai bentuk manivestasi keadilan sosial agar harta tidak melulu dimonopoli oleh kaum kaya sehingga menimbulkan jurang pemisah antara orang kaya dan miskin. Hal ini dikhawatirkan akan terjadinya penghisapan dan perbuatan semena- mena yang akan dilakukan oleh orang yang kuat ekonominya.31 Dengan adanya pemberian zakat dari yang kaya untuk yang miskin, maka akan terjadi suatu simbiosis mutualistis dan akhirnya terjalin rasa saling memiliki dan solidaritas yang utuh dalam satu kesatuan umat dan keimanan.

Zakat adalah poros dan pusat keuangan negara Islami. Zakat meliputi bidang moral, sosial dan ekonomi. Dalam bidang morla zakat mengikis habis ketamakan dan keserakahan si kaya. Dalam bidang sosial, zakat merupakan alat khas yang diberikan Islam untuk menghapuskan kemiskinan dari masyarakat dari menyadarkan si kaya akan tanggung jawab sosial yang mereka miliki. Dalam bidang ekonomi, zakat zakat mencegah penumpukan kekayaan yang mengerikan dalam tangan segelintir orang dan memungkinkan kekayaan untuk disebarkan sebelum sempat menjadi besar dan sangat berbahaya di tangan para pemiliknya. Zakat merupakan sumbangan wajib bagi kaum muslimin untuk perbendaharaan negara.32

Dari sudut pandang politik hukum Islam, zakat merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang tetap disamping sumber-sumber lainnya, seperti harta rampasan perang, pajak, upeti, dan bea cukai. Dengan demikian posisi sentral zakat selain sebagai kewajiban agama, juga berdampak pada rasa solidaritas untuk membangun sebuah komunitas negara yang tangguh karena dukungan ekonomi yang sehat dan manajerial yang mapan.33 Oleh karena itu Allah swt memberikan ancaman bagi orang yang enggan membayar zakat tidak hanya ancaman di akherat namun juga ancaman di dunia sebagai orang yang hina atas kekikirannya. Zakat juga bisa merangsang adanya pengembangan harta benda serta dapat menciptakan daya beli dan daya produksi baru bagi masyarakat, dengan terbukanya lapangan kerja baru.34 Firman Allah swt :“Allah swt memusnahkan riba dan mengembangkan shadaqah zakat.”35(QS. Al-Baqoroh:276)

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa zakat mempunyai beberapa hikmah, diantaranya yang berkaitan dengan aspek ekonomi dan keuangan, aspek sosial, aspek politik, aspek etika, aspek sepiritual keagamaan.

Pandangan Ulama Tentang Zakat dalam Islam

Sesungguhnya penamaan zakat bukanlah karena menghasilkan kesuburan bagi harta, tetapi mensucikan masyarakat dan mensuburkannya. Zakat merupakan manivestasi dari kegotong royongan antara para hartawan dan para fakir miskin. Pengeluaran zakat merupakan perlindungan bagi masyarakat dan bencana kemasyarakatan yaitu kemiskinan, kelemahan baik fisik maupun mental. Masyarakat yang terpelihara dari bencana-bencana tersebut menjadi masyarakat yang hidup, subur dan berkembang di dalamnya. Para ulama menggolongkan ibadah zakat kepada ibadat maliyah. 36

Pada dasarnya ulama sepakat mengenai hukum dan kewajiban mengeluarkan zakat, bahkan orang yang enggan mengeluarkan zakat akan dihukum baik di dunia maupun akhirat. Sehingga ketika seseorang yang telah mencapai ketentuan dan syarat (telah mencapai nishab) zakat maka diwajibkannya zakat.37 Imam Nawawi berkata: Madzhab kami, Syafi’iyah dan madzhab Malik beserta Jumhur, sesungguhnya harta yang dikenakan zakat adalah emas, perak, dan binatang ternak yang penuh setahun dimiliki nishabnya. Jika terjadi kekurangan nishab ditengah-tengah tahun, hilanglah perhitungan tahun, jika kembali cukup setahun maka dimulailah hitungan baru.38

Perbedaan yang terjadi dikalangan ulama hanyalah pada tataran ta’rif (definisi) dan tekhnis pelaksanaan zakat itu sendiri. Seperti pada ta’rif yang dikemukakan oleh Syafi'i , adalah mengeluarkan sesuatu dari harta demi tujuan tertentu. Sementara menurut Hambali adalah hak yang di-wajib-kan didalam harta tertentu terhadap kelompok tertentu dan pada waktu tertentu. Kata wajib disini mempunyai arti yang sama dengan sunahnya memberikan salam dan sunahnya mengantarkan jenazah.39

Imam Syafi’i melihat bahwa zakat adalah suatu kewajiban yang berhubungan dengan materi harta itu. Karena itu, kewajiban ini tidak gugur dengan melalaikannya selama setahun atau lebih.40

Menurut kitab kuning, barang-barang yang wajib dizakati adalah emas, perak, simpanan, hasil bumi, binatang ternak, barang dagangan, hasil usaha, rikaz dan hasil laut. Mengenai zakat binatang ternak, barang dagangan, emas dan perak, hampir tidak ada perbedaan antara kalangan ulama. Sedangkan mengenai zakat hasil bumi, ada beberapa perbedaan diantara madzhab empat.

1. Menurut Imam Abu Hanifah, setiap yang tumbuh di bumi, kecuali kayu, bambu, rumput, dan tumbuh-tumbuhan yang tidak berbuah, wajib dizakati.

2. Menurut Imam Malik, semua tumbuhan yang tahan lama dan dibudidayakan manusia wajib dizakati, kecuali buah-buahan yang berbiji seperti buah pear, delima, jambu dan lain-lain.

3. Menurut Imam Syafi’i, setiap tumbuh-tumbuhan makanan yang menguatkan, tahan lama dan dibudidayakan manusia wajib dizakati.

4. Imam Ahmad bin Hambal, biji-bijian, buah-buahan, rumput yang ditanam wajjib dizakati. Begitu juga tumbuhan lain yang mempunyai sifat sama dengan tamar, kurma, kismis, buah tin dan mengkudu, wajib dizakati.41

Demikian halnya dengan syarat, ulama fikih mengemukakan dengan tiga syarat tentang zakat, 1) Syarat orang yang wajib zakat, 2) Syarat harta yang wajib dizakatkan. Kedua syarat ini dinamakan dengan syarat wajib zakat, 3). Syarat sah zakat.42 Adapun mengenai harta yang wajib dizakati atau orang yang mengeluarkannya telah terjadi berbagai perbedaan dikalangan ulama.

Syarat harta yang wajib dizakati adalah, 1) Harta tersebut adalah milik penuh, 2) Harta itu berkembang, 3) Cukup satu nishab, 4) Melebihi kebutuhan pokok.

Dalam hal ini juga terjadi perbedaan dikalangan ulama. Ukuran kebutuhan pokok menurut madzhab Hanafi adalah kebutuhan yang bisa mencukupi manusia sehari-hari menurut tingkat sosial. Menurut madzhab lainnya kebutuhan pokok tidak masuk dalam syarat harta yang dizakati, karena kebutuhan tersebut tidak bisa diukur dan selalu berubah satu dengan yang lain. Oleh karenanya Yusuf Qardhawi mempertegas dengan kebutuhan pokok tersebut adalah kebutuhan rutin yang diperlukan seseorang dengan keluarganya, diantaranya untuk makan, pakaian, tempat tinggal, sementara kebutuhan rutin ini menurutnya bisa diukur.43

Daftar Rujukan  

18 KH. MA Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial, Yogyakarta: LKIS bekerja sama dengan Pustaka Pelajar Yogyakarta, 1994, hlm.145

19 Hasbiy as-Shidiqiy, Pedoman Zakat hlm.15
20 Mujamma’ al-Malik Fahd, hlm.1084. 
21Ibid, hlm.298. 

22 Ahmad Mustafa al-Maroghiy,Tafsir al-Maroghiy, Juz XI, terj. Umar Sitanggal dkk.Cet- I, Semarang: Toha Putra, 1987, hlm. 25. 

23 Manna’ Khalil al Qattan, Mabahis fi ‘ulum al-Qur'an, terj. Mudzkir AS., Studi Ilmu- Ilmu Qur'an, Cet-V, Jakarta: Litera Antar Nusa, 2000, hlm.115. 

24Muhamad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam (Zakat dan Wakaf), op.cit.,hlm.10 

25 Hasbiy as-Shidiqiy, Pedoman Zakat, op.cit, hlm.18 

26Muhammad Jamal al-Din, Mauidhatu al-Mukminin Min Ihya’al-Din, Baerut Libanon:Dar al-Kutub, Cet. Ke-1, 1995, hlm.49. 

27 Ibid. 

28 Dr. Yusuf Qardhawi, Mushkilahal-Fakr Wakaifa ‘Aalajaha al-Islam, Terj. Syafril Hallim, Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan, Jakarta: Gema Insani Press, 1995, hlm.87. 

29 Ibid, hlm. 136. 

30 Sayid Sabiq, Fiqh as-Sunah, op.cit., hlm.277. 

31 Dr. M. Abdurrahman, M.A., Dinamika Masyarakat Islam dalam Wawasan Fiqih, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002, hlm.107 

32 M.A. Mannan, Islamic Economics, Theory and Practice, Terj. “Teori dan Praktek Ekonomi Islam”, Yogyakarta: PT. Dhana Bhakti Prima Yasa, 1997, hlm.256. 

33 Dr. M. Abdurrahman, M.A., op.cit., hlm.107 

34 Prof. H. Zaini, M.A. dkk, Falsafah Hukum Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1987, h. 139. 

35Mujamma’ al-Malik Fahd, op.cit., hlm. 69. 

36 Tengku Hasbiy AS-Shidiqi, Pedoman Zakat, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1997, 

37 Sayid Tsabiq, Fiqh as--Sunah, op.cit, hlm.282. 
38 Ibid. 

39 Wahbah al-Zuhailiy, al-Fiqh al-Islami wa Adalatuhu, op.cit, hlm.231. 

40 Dr Yusuf Qardhawi, Musykilah al-Fakro, op.cit., hlm.100-101. 

41 KH. Sahal Mahfudz, Nuansa Fikih Sosial, op.cit., hlm.146. 

42 Tat Zin, Ensiklopedia Hukum Islam, Jakarta: PT Bahtiar Baru Van Hoeve, 1997, hlm. 

43 Ibid, hlm. 1989. 



Dalam al-Qur'an perintah zakat sama pentingnya dengan perintah shalat, sehingga Dasar Hukum dan Pendapat Ulama Tentang Zakat dalam Islam ini perlu dibaca.

Masukkan alamat email Anda, untuk berlangganan ebook terbaru Kami! InsyaAllah Gratiss!!

0 Response to "Dasar Hukum dan Pendapat Ulama Tentang Zakat dalam Islam"

Posting Komentar